Politik

Tobas Sayangkan Pemberian Bintang Jasa Utama Kepada Eurico Guterres

82

JAKARTAAnggota Komisi III DPR RI Partai Nasdem Taufik Basari menyayangkan pemberian bintang jasa utama kepada Eurico Guterres oleh pemerintah.

“Saya menyayangkan pemberian bintang jasa utama kepada Eurico Guterres. Meskipun saya menghormati status bebas dari bebas dari segala dakwaan dan dipulihkan dari status terpidana yang pernah dijalaninya. Saya juga menghormati dan menyadari ini sebagai kewenangan pemerintah,” ujar Tobas sapaan akrab Taufik Basari melalui Twitter, Jum’at (13/8/2021).

Namun, menurut Tobas keputusan ini menunjukkan ketidak-sensitifan terhadap upaya kita semua untuk menghormati para korban dalam peristiwa pelanggaran HAM pasca referendum di Timor Timur tahun 1999.

Dirinya menambahkan fakta menunjukkan telah terjadi perisitwa berdarah menimbulkan korban nyawa, luka, harta, orang hilang dan sebagainya akibat pembunuhan, penyiksaan, persekusi, dan sebagainya yang dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

“Benar bahwa seluruh terdakwa kasus Timtim telah dibebaskan oleh Pengadilan HAM ad hoc di Jakarta. Benar juga bahwa pada 2008 Eurico akhirnya juga dibebaskan melalui Peninjauan Kembali (PK) setelah dinyatakan bersalah dari tingkat pertama hingga putusan kasasi di Mahkamah Agung,” ungkap Tobas.

Tobas menjelaskan pertimbangan hukum Majelis Hakim PK saat itu adalah selain karena majelis menganggap peristiwa tersebut bukan pelanggaran HAM karena menurut Majelis yang menjadi korban tidak dapat dikategorikan sebagai penduduk sipil melainkan kelompok yang aktif bertikai dari kelompok prokemerdekaan.

“Eurico sendiri oleh Majelis hakim PK juga dianggap tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban karana tidak mmenuhi kualifikasi seorang atasan sipil yang mempunyai otoritas de jure maupun de facto yang efektif terhadap anggota Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) meskipun ia adalah wakil panglimanya,” jelasnya.

Pendiri Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat ini juga menegaskan namun peristiwa kejahatan kemanusiaan pada proses pararel juga diadili di Dili Timorleste melalui The Special Panels for Serious Crimes yang berbentuk hybrid tribunal yakni gabungan antara pengadilan internasional dengan pengadilan lokal.

“Pada proses hybrid court oleh Special Panels for Serious Crimes tersebut telah terbukti adanya kejahatan kemanusiaan di Timor-Timur pasca jajak pendapat dan terdapat pihak-pihak yang harus bertanggungjawab,” tegasnya.

Lebih jauh Tobas memaparkan terhadap peristiwa itu juga di Timorleste dibentuk CAVR (Comissao de Acolhimento Verdade e Reconciliacao de Timor Leste) atau Komisi Pengakuan, Kebenaran dan Rekonsiliasi di Timor Leste.

Ia juga mengungkapkan komisi ini menghimpun informasi, data, kesaksian para penyitas dan pelaku yang bersedia mengakui peristiwa yang terjadi kemudian menuangkan dalam laporan akhirnya yang diberi judul Chega!, yang berarti “cukup sudah, jangan lagi!”

“Peristiwa kejahatan kemanusiaan di Timor-Timor tahun 1999 menjadi catatan kelam dlm sejarah dunia, meskipun negara Indonesia tidak mengakuinya. PBB dan para ahli HAM menjadikan temuan fakta dlm proses pengadilan di Dilli dan proses pengungkapan kebenaran oleh CAVR sbg pembelajaran,”ungkapnya.

Selanjutkan Tobas menekankan kasus kejahatan kemanusiaan di Timtim ini juga menjadi contoh telaahan dan objek dalam dunia akademis dalam bidang hukum ham internasional di berbagai kampus dan diskursus mengenai HAM. In academic discourse, no one denies that it was gross violations of Human Rights.

“Tentunya bangsa ini harus belajar dari peristiwa yang pernah terjadi di masa lalu dan mengambil Langkah untuk menjadikan peristiwa tersebut tidak terulang di masa mendatang, sebagaimana prinsip yang berlaku dalam hukum HAM yakni “prinsip non-recurrence”,” ungkapnya.

Ketua Fraksi Nasdem MPR RI ini juga menuturkan Idonesia juga tidak hidup sendirian di antara pergaulan bangsa-bangsa.

“Meskipun setiap negara memiliki kedaulatannya masing-masing, tetapi untuk kemanusiaan, batas negara tidak lagi menjadi penghalang bagi penghormatan terhadap kemanusiaan dan semangat membangun peradaban,” tutur Tobas.

Di akhir utasnya Tobas mengatakan bahwa ini merupakan pandangan pribadi sebagai bagian umat manusia.

“Pandangan ini adalah pandangan pribadi sebagai bagian dari umat manusia. Salam kemanusiaan, tabik,” pungkasnya.

Exit mobile version