Nasional – Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menyatakan bahwa isu polusi hanya pengalihan suasana di tahun politik.
Bahkan, kata Trubus ada upaya pengalihan isu di tengah berakhirnya periode Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden.
“Polusi ini untuk mengalihkan suasana politik aja. Isu politiknya mengenai koalisi-koalisi. Sudah biasa di akhir masa jabatan penguasa,” ujar Trubus, saat diminta tanggapan oleh Tangerangraya.net, Sabtu, (19/8/2023).
Trubus menjelaskan kondisi psikologi Jokowi dalam pidatonya di MPR/DPR beberapa waktu lalu.
‘Kenakalan Jokowi’ sebagai Presiden, tegasnya, tampak dalam ‘gerakan Jokowi’ agar suasana politik di Indonesia memanas.
“Kan kemarin pidatonya Jokowi yang bukan ‘Pak Lurah’, koalisi bukan urusannya, itu situasi yang harus dibuat agar memanas,” paparnya.
Menurutnya, pidato Jokowi hanya untuk menguatkan stigma bahwa ia tidak berpolitik.
“Dia menghindari politisasi dirinya, sebetulnya dia sendiri berpolitik. Contohnya apa, mengangkat relawan menjadi seorang menteri, ini bentuk ‘kenakalan Jokowi’,” ungkapnya.
Kok bisa Budi Arie menjadi menteri, yang hanya relawan. Itu melanggar UUD 1945, yang menyebut menteri itu semua lewat partai politik,” sambung Trubus.
Trubus pun berpendapat soal korelasi isu polusi dengan upaya ‘menarik’ investor mobil listrik.
Isu itu (polusi), lanjut Trubus, berkaitan dengan utang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Ada korelasi antara isu polusi dengan mobil listrik, dan ekspor nikel. Kan, ini politik APBN,” ucapnya.
Ini kan sebenernya kaitan dengan investor, kalau investor masuk kan kemaren APBN utang masih tinggi, ini biar masuk investor, investor di bidang apa, di bidang mobil listrik,” sambungnya.
Dengan isu polusi itu, ungkap Trubus, masyarakat akan ‘dipaksa’ beralih dari kendaraan berbahan bakar minyak, ke bahan bakar listrik.
“Dulu pernah, ada gugatan masyarakat soal polusi, tapi tidak dilaksanakan oleh Pemerintah. Itu sekitar dua tahun lalu,” sebut Trubus.
Padahal, terangnya lagi, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara yang berjarak ratusan kilometer, juga ikut menyumbang polusi terbesar di wilayah DKI Jakarta.
“Malah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut bahwa polusi berasal dari knalpot kendaraan. Itu tanda bahwa mereka melempar tanggung jawab,” paparnya.
Padahal PLTU Batu Bara itu polusinya luar biasa, dari DKI Jakarta 100 kilo itu kan banyak sekali,” imbuhnya.
Laporan: STW