TANGERANGRAYA.NET, Jakarta – Gerakan Perempuan Milenial untuk Keadilan (GPMK) menggelar diskusi publik dengan tema “Etika Pejabat Publik Dalam Perspektif Sensitifitas Gender”.
Dalam diskusi kali ini, pembicara Ray Rangkuti sekaligus pengamat politik menilai kesadaran etika pejabat publik saat ini kebanyakan kosong. Bahkan banyak pejabat yang secara aturan tidak melanggar, tapi secara etika melanggar.
“Seperti yang saya sebutkan, kesadaran etik pejabat negara ini kosong sedangkan aturan sangat tebal. Sehingga, semua orang yang berdasarkan pada aturan akhirnya meredukasi etika,” kata Ray Rangkuti, usai diskusi di Hotel Balairung, Jakarta Timur, Kamis (04/08/2022).
Membahas soal pejabat publik yang baru-baru ini dilaporkan ke Komnas Perempuan yaitu Menteri Bappenas Suharso Monoarfa terkait kekerasan gender. Ray menyebut jika pejabat negara melakukan pernikahan siri saja sudah bisa dikategorikan melanggar etika, apalagi yang sudah berulang seperti Suharso.
“Lalu kenapa tidak mundur? Kalau dia punya kesadaran etika maka akan mundur. Namun, jika tidak punya kesadaran apalagi tidak merasa melanggar aturan maka biasa saja,” jelasnya.
Sementara itu, Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Aktivis Perempuan Dr Hartini Nara menuturkan, kasus Suharso telah dilakukan secara berulang. Sebelumnya pun pada tahun 2011, Suharso diberhentikan menjadi menteri karena kasus yang sama (pernikahan dan perceraian akibat perselingkuhan).
“Maka kalau sudah ada korban, muncul lagi dari orang yang sama itu namanya kebiasaan. Dan hal itu dilakukan secara sadar dan berulang, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan ketiga keempat kalinya,” ucap Hartini.
Hartini juga menyebut, jika memang atasan Suharso dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki etika yang tinggi dan sensitifitas gender maka akan memberhentikan menterinya yang melanggar kekerasan tersebut.
“Jadi atasannya harus memiliki kepekaan. Mestinya pun singkirkan saja, karena masih ada banyak sumber daya manusia (SDM) hebat yang bisa menggantikan,” tutupnya.
Sebelumnya, Suharso Monoarfa dilaporkan ke Komnas Perempuan oleh Koordinator GPMK Syarifa Pua Djiwa, terkait dugaan pelanggaran perilaku serta perbuatan yang merendahkan harkat dan martabat perempuan yang dilakukan secara berulang.