TANGERANGRAYA.NET, Banten – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten mengungkapkan persentase penduduk miskin di Provinsi Banten pada Maret 2022 sebesar 6,16 persen atau turun 38,26 ribu orang dari total 814,02 ribu orang.
Jika dibandingkan dengan persentase penduduk miskin paa September 2021 mengalami penurunan sebesar 0,34 persen dan juga 0,50 persen pada Maret 2021.
Kepala BPS Banten, Adhi Wiriana mengatakan berdasarkan daerah tinggal, di perkotaan persentase penduduk miskin pada September 2021 sebesar 6,04 persen, mengalami penurunan menjadi 5,73 persen pada Maret 2022. Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada September 2021 sebesar 7,72 persen, turun menjadi 7,46 persen pada Maret 2022.
“Dibanding September 2021, jumlah penduduk miskin Maret 2022 perkotaan turun sebanyak 10,13 ribu orang (dari 576,62 ribu orang pada September 2021 menjadi 566,49 ribu orang pada Maret 2022). Sementara itu, pada periode yang sama jumlah penduduk miskin perdesaan turun sebanyak 28,12 ribu orang (dari 275,66 ribu orang pada September 2021 menjadi 247,54 ribu orang pada Maret 2022),” ujar Adhi, ditulis Selasa, (19/7/2022).
Lebih lanjut, Adhi menuturkan, untuk garis kemiskinan pada Maret 2022 tercatat sebesar Rp570.368,-/kapita/bulan dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp412.182,- (72,27 persen) dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp158.185,- (27,73 persen). Sementara, pada Maret 2022, secara rata-rata rumah tangga miskin di Provinsi Banten memiliki 4,86 orang anggota rumah tangga.
“Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar Rp2.711.988,-/rumah tangga miskin/bulan,” imbuhnya.
Secara umum, kata Adhi, pada periode 2012–2022 tingkat kemiskinan di Provinsi Banten cenderung fluktuatif baik dari sisi jumlah maupun persentase.
“Kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode September 2013, Maret 2015, September 2017, dan September 2018 dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak. Sedangkan pada periode September 2020 sampai dengan Maret 2021 kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin disebabkan oleh munculnya pandemi Covid-19,” terangnya.
Menurut Adhi, garis kemiskinan merupakan suatu nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan non makanan yang harus dipenuhi agar tidak dikategorikan miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
“Garis kemiskinan pada Maret 2022 adalah sebesar Rp570.368,- per kapita per bulan. Dibandingkan September 2021, garis kemiskinan naik sebesar 4,18 persen. Sementara jika dibandingkan Maret 2021, terjadi kenaikan sebesar 7,54 persen,” ucapnya.
“Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2022 sebesar 72,27 persen. Pada Maret 2022, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada GK, baik di perkotaan maupun di perdesaan, pada umumnya hampir sama,” pungkasnya.
Berdasarkan data BPS, rokok kretek filter masih memberi sumbangan terbesar yakni sebesar 17,31 persen di perkotaan dan 19,65 persen di perdesaan. Beras memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap GK (15,99 persen di perkotaan dan 18,96 persen di perdesaan).
Komoditi lainnya adalah daging ayam ras (4,65 persen di perkotaan dan 3,28 persen di perdesaan), telur ayam ras (3,62 persen di perkotaan dan 2,94 persen di perdesaan), mie instan (2,68 persen di perkotaan dan 2,37 di perdesaan), roti (1,88 persen di perkotaan dan 2,58 di perdesaan), kopi bubuk & kopi instan (sachet) (2,25 persen di perkotaan dan 2,28 persen di perdesaan), dan seterusnya. Komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan terbesar baik pada GK perkotaan dan perdesaan adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi.