Banten – Setidaknya ada sekitar 282 bidang aset Pemprov Banten, atau sekitar 25,9 persen yang sampai saat ini masih terlantar (belum tersertifikasi), dari total keseluruhan mencapai 1.085 bidang.
Ratusan aset itu, tersebar di beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Terutama, di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, yang paling banyak.
Berdasarkan catatan, ada 2019 bidang aset yang belum tersertifikasi di DPUPR, 36 bidang aset di Dindikbud, 13 bidang di DKP, 3 bidang di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), dua bidang di Dinas Kesehatan (Dinkes), UMKM, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian dan Biro Umum, serta satu bidang di Dinas Sosial (Dinsos).
Sejumlah aset itu tersebar di seluruh daerah, di Kabupaten Lebak 34 bidang, Pandeglang 64 bidang, Kabupaten Serang 57 bidang, Kota Serang 20 bidang, Kota Cilegon 5 bidang. Kemudian Kabupaten Tangerang 63 bidang, Kota Tangerang 24 bidang dan Kota Tangerang Selatan (Tangsel) 15 bidang.
Adapun untuk jenis aset yang akan diselesaikan pada tahun 2023 ini, diantaranya berupa tanah jalan 62 bidang, situ/danau/waduk 129 bidang, irigasi 22 bidang, sekolah 36 bidang dan tanah datar 33 bidang.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rina Dewiyanti, selaku pejabat penatausahaan Barang Milik Daerah (BMD) mengatakan, 219 bidang aset di DPUPR itu belum tersertifikasi lantaran belum ada pernyataan batas dengan lahan milik masyarakat yang dilewati.
Itu menjadi salah satu persyaratan, yang harus terpenuhi dalam proses sertifikasi aset.
“Disinilah kita harus ekstra, karena harus detail pengukuran segalanya. Tapi dengan Kerjasama semua pihak, saya optimis di semester satu tahun 2023 ini semuanya bisa diselesaikan,” kata Rina, seusai Rakor rencana pendaftaran sertifikasi tanah tahun 2023, bersama seluruh perwakilan dari delapan Kabupaten dan Kota, di Pendopo Gubernur Banten, KP3B, Kota Serang, ditulis Rabu, (11/1/2023).
Katanya, meskipun secara de fakto semua aset itu sudah menjadi milik Pemprov, dan sudah terdata pula. Serta sudah digunakan sesuai fungsinya, untuk kemanfataan masyarakat Banten.
“Sampai saat ini juga, belum ada tuntutan dari masyarakat yang merasa dirugikan. Karena semuanya sudah selesai,” tandasnya.
Dengan Rakor ini, Rina melakukan pemetaan dimana saja lokasinya dan kondisi existingnya seperti apa. Setelah itu nanti aka nada tim yang turun untuk melakukan pendataan.
“Sampai akhir bulan ini insya Allah proses pemetaan itu sudah selesai dilakukan, tinggal nanti proses administrasi selanjutnya,” ujarnya.
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Banten, Rudi Rubijaya mengaku, optimis dengan target sertifikasi aset yang dilakukan Pemprov itu.
Pihaknya juga akan mendukung penuh terhadap program itu, mengingat hal itu juga sejalan dengan apa yang diarahkan oleh Presiden Jokowi untuk 2025 seluruh lahan sudah tersertifikasi semua.
“Sebanyak 282 bidang itu, hanya nol koma sekian dari capaian target yang sudah kita lakukan melalui program PTSL, dimana pada tahun 2022 lalu kita sudah melakukan sertifikasi sebanyak 75 ribu dan tahun ini targetnya 200 ribu,” ungkap Rudi.
Untuk mendukung program Pemprov itu, lanjut Rudi, pihaknya akan menerjunkan tim ke lapangan untuk melakukan pengukuran terhadap titik-titik yang sduah dipetakan. Kalau proses sertifikasinya cepat, hanya saja ada beberapa hambatan masalah hukum itu yang kadang membuat lambat.
“Makanya Ketika Pemprov Banten menggandeng Kejati juga untuk menyelesaikan persoalan sengketa itu, saya optimis di semester pertama ini bisa selesai,” pungkasnya.
Pj Gubernur Banten Al Muktabar menekankan, pihaknya akan menggandeng Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten ikut bersama-sama menyelesaikan persoalan aset ini, dengan memberikan Surat Kuasa Khusus (SKH), sehingga kalau ada pihak ketiga yang berkonflik bisa diselesaikan dengan baik dan cepat.
Al Muktabar melanjutkan, terhadap aset yang sudah diselesaikan, Pemprov Banten akan mengoptimalkan itu untuk kesejahteraan masyarakat Banten, utamanya digunakan untuk menopang ketahanan pangan daerah sebagaimana arahan dari bapak Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
“Terhadap aset yang sudah ditersertifikasi, kita upayakan untuk dilakukan melalui mekanisme Hak Guna Usaha (HGU) kepada masyarakat yang bisa dikembangkan dengan berbagai tanaman Agro, khususnya di daerah Selatan seperti Lebak dan Pandeglang. Nanti untuk penjualan hasilnya bisa melalui BUMD Agro sebagai offtaker,” ujarnya.
Ditambahkannya, ada sekitar 4 sampai 5 bidang lahan yang saat ini posisinya masih terlantar dan belum dioptimalkan, dengan luas masing-masing bidangnya mencapai sekitar 200 hektar.
Nantinya, melalui mekanisme HGU, lahan itu bisa ditanami Jagung, pagi atau Sorgum dalam rangka ketahanan pangan kita. “Karena pada dasarnya segala program yang dilakukan pemerintah itu sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat,” imbuhnya.
Secara administrative, tambah Al Muktabar, terhadap aset lahan yang belum dioptimalkan itu sedang diupayakan masuk ke bank tanah, sebagaimana konsep dari UU Omnibuslaw. Nanti secara formal Pemda bisa mengajukan permohonan kepada pihak terkait untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
“Pemda bisa mendapatkan 20 persen atas pemanfaatan lahan itu,” pungkasnya. (STW | RED)