Kota Tangerang Selatan

Antisipasi Bullying di Lingkup Sekolah, Dindikbud Tangsel Minta Guru BK Pro Aktif

27

Tangerang Selatan – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Deden Deni, terus mendorong program-program yang berfokus kepada perlindungan hak belajar para siswa, termasuk melindungi dari kasus bullying, intoleransi, hingga pelecehan seksual yang terjadi di lingkup sekolah.

“Kami akan terus meningkatkan kepedulian, lalu perlindungan kesejahteraan dan hak para siswa, ini memang berkaitan dengan 3 dosa besar pendidikan seperti bullying, intoleransi dan pelecehan seksual, ini yang sedang kita galakkan melalui program jaksa masuk sekolah untuk pencegahan tersebut” ujar Deden saat di wawancarai, ditulis Minggu (28/7/24).

“Alhamdulilah sudah mulai berjalan program jaksa masuk ke sekolah-sekolah, supaya tidak adalah lagi praktik tak baik seperti itu di sekolah, ini kan butuh edukasi, apalagi anak-anak kan belum paham hukum, jadi kita edukasi kepada anak sekolah, agar mereka bisa memahami hukum, dan mereka tau apa akibatnya ketika melanggar hukum, apa pasalnya, seperti tawuran kadang kadang tidak jarang sampai melukai sehingga jatuhnya bisa pidana, itu yang kami dorong,” sambungnya.

Tak lupa, Deden juga mengingatkan bahwa peran orang tua murid itu juga sangat penting untuk mengedukasi anak-anaknya. Orang tua juga harus dapat memahami tata tertib yang berlaku dalam lingkungan sekolah.

“Suka terjadi miskomunikasi orang tua dengan sekolah terhadap hukuman yang diterima anak, padahal sekolah mengajari bagaimana agar anak dilatih tertib dan disiplin, walaupun tidak bisa disalahkan juga karena itu bentuk kasih sayang orang tua kepada anak, tapi orang tua juga perlu memahami dan mengerti soal itu,” terangnya.

Selain orang tua, peran sekolah khususnya Guru Bimbingan Konseling (BK) yang fokus terhadap pendekatan kepada para murid, harus terus ditingkatkan. Harus ada cara-cara pendekatan yang efektif kepada para siswa agar praktik-praktik tak baik ini bisa segera teratasi.

“Kalau dulu ada image anak yang dipanggil Guru BK itu bermasalah, namun sekarang Guru BK lebih berupaya berkomunikasi dengan siswa yang siapa tau memang memiliki masalah dan bisa mengeluarkan curahan hatinya, maka disini peran Guru BK harus memahami betul kondisi psikologis anak supaya ketika ada masalah ia bisa berdiskusi dan mencari solusi,” jelasnya.

“Anak-anak ini kan masih labil, jangan sampai dia memiliki beban tapi tidak didiskusikan, karena itu bisa mempengaruhi psikologis nya, maka peran Guru BK harus pro aktif melihat dan membedakan anak-anak yang punya masalah, ya ada pendekatan secara khusus agar para siswa juga bisa terbuka,” lanjutnya.

Kemudian, peran guru atau pengajar lainnya pun tetap menjadi perhatian. Dengan Kurikulum Merdeka yang diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia saat ini, Dindikbud terus meningkatkan kompetensi para pengajar.

“Dengan kurikulum merdeka, kami pun berfokus pada bagian dari peningkatan kompetensi para pengajar atau guru,” tuturnya.

Peningkatan ini menurutnya sangat perlu dikarenakan siswa dan orang tua pada saat ini berbeda dengan zaman sebelumnya.

Maka agar tidak terjadi salah paham dan untuk mengantisipasi praktik-praktik bullying, intoleransi dan pelecehan seksual, Dindikbud melakukan edukasi kepada para pengajar, murid maupun wali murid.

“Kalau era sekarang berbeda dengan zaman dulu, contoh kalau sekarang anaknya ditegur atau kena sanksi karena melakukan pelanggaran di sekolah itu bisa multitafsir, kalau dulu kan anak-anak sanksi di sekolah itu jangan sampai ke orang tua karena bisa kena 2 kali hukumannya, di sekolah dan di rumah,” imbuhnya.

“Hari ini berbeda, terkadang orang tua tanpa konfirmasi langsung menyimpulkan itu seolah-olah kesalahan sekolah, kita juga butuh mengedukasi orang tua, kami juga mengedukasi kepada para guru agar lebih berhati-hati dalam menyikapi anak anak,” tukasnya.

Laporan: STW

Exit mobile version