TUTUP IKLAN
Jakarta

Diharuskan Memiliki SIKM, Puluhan Advokat Komplain Ke Pemprov DKI Jakarta

19
×

Diharuskan Memiliki SIKM, Puluhan Advokat Komplain Ke Pemprov DKI Jakarta

Sebarkan artikel ini
(Dok : Istimewa)

TANGERANGRAYA.NET –  Beredarnya Surat dari Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi DKI Jakarta cq. Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta di berbagai media menarik perhatian Advokat di Jakarta.

Aturan yang tertuang dalam surat nomor 490/609 tanggal 5 Juni 2020 perihal Pengecualian Kepemilikan SIKM yang diterbitkan oleh Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta dianggap diskriminatif.

BERITA INI DI SUPPORT OLEH

Surat Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta yang juga selaku Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 DKI Jakarta, menegaskan dalam poin 1 yakni pengecualian kewajiban profesi penegak hukum (hakim, jaksa, penyelidik, penyidik) untuk memiliki Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur No 47/2020 tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian Keluar dan atau Masuk Provinsi DKi Jakarta. Namun sayangnya profesi penegak hukum advokat atau lawyer tidak masuk dalam kategori yang dikecualikan.

Menanggapi aturan pengecualian itu, sejumlah advokat membentuk Komunitas Advokat Pengawal New Normal. Komunitas ini digagas oleh para pengacara antara lain Arjana Bagaskara Solichin, Asep Dedi, Denny Supari, Abdul Jabbar, Johan Imanuel, Firnanda, Ika Arini Batubara, Indra Rusmi, Joe Ricardo, Erwin Purnama, Ignatius Janitra, Intan Nur Rahmawanti, John SA Sidabutar, Ombun Suryono Sidauruk, dan Fernando.

Juru bicara Komunitas Advokat, Arjana Bagaskara Solichin, mengatakan, pihaknya merasa perlu menanggapi Surat Edaran Sekda DKI No. 490/-079 tertanggal 5 Juni 2020 itu berdasar sejumlah alasan. Pertama, Advokat adalah penegak hukum berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU Advokat No. 18 Tahun 2003.

Kedua, bahwa karena Advokat adalah sebagai penegak hukum juga maka profesi Advokat adalah setara dan sederajat dengan institusi penegak hukum lainnya.

Ketiga, bahwa tanpa adanya Advokat maka tatanan sistem hukum baik di luar maupun dalam peradilan di Indonesia akan kurang sempurna dalam melaksanakan penerapan hukum yang berlaku sebagai pedoman hidup bernegara dan bermasyarakat.

“Karenanya, berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, kami melayangkan surat resmi kepada Gubernur DKI Jakarta agar Surat Edaran No. 490/-079 tertanggal 5 Juni 2020 harus direvisi segera dengan menegaskan bahwa Advokat juga termasuk dikecualikan dari kewajiban pemilikan SIKM karena mengabaikan sistem ketatanegaraan dan ketentuan peraturan perundang-undangan,” terang Arjana.