Tangerang Selatan – Tumpang tindih data kemiskinan, masih menjadi pekerjaan rumah. Di mana angkanya tidak kunjung valid, hingga adanya silang data penerima bantuan sosial.
Hal tersebut dikatakan oleh Pj Gubernur Banten Al Muktabar, di Pondok Aren beberapa waktu lalu.
“Walaupun mungkin ada satu atau dua yang terjadi tapi saya sudah konsulkan ke pemerintah kabupaten/kota, yang penting benar-benar masyarakat menerimanya, tidak ada penyimpangan,” ujar Al Muktabar.
“Di sana (data penerima bantuan sosial), kalau ada satu atau dua yang menerima double, tapi pasti dia (masyarakat miskin) menerima itu, bagian yang satu kesatuan dalam program antara provinsi, kabupaten, dan kota,” ungkapnya.
Menyoal data masyarakat dengan kondisi miskin ekstrem, Al Muktabar menyampaikan bahwa perlu menyentuh kepada kebutuhan infrastruktur, ketimbang bantuan pangan.
“Kemiskinan ekstrem desil 1, rata-rata problemnya adalah di sektor perumahan, kemudian juga layanan air bersih, jamban, dan lingkungan yang kumuh,” jelasnya.
Pihaknya memiliki kewenangan dalam mengelompokan data warga dengan kondisi miskin ektrem, agar cakupan intervensi program dalam lebih luas.
“Provinsi memiliki kewenangan apabila kabupaten/kota tidak mengelompokan kawasan itu (miskin ekstrem). Kita memberikan dorongan intervensi ke sana, untuk cakupannya menjadi lebih luas,” tambah Al Muktabar.
Dalam pemaparan, Provinsi Banten hanya mencatat warga miskin ekstrem sebanyak 1100 kepala keluarga di Kota Tangsel. Namun, dalam data Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat dan Kebudayaan (Kemenko PMK), terdata hingga 20.000.
“Jadi basis data saya ulang, dia ada namanya, ada alamatnya. Dan kita berbagi kewenangan antara provinsi, pusat, dan kabupaten/kota,” ucapnya.
Diketahui informasi yang dihimpun, Kemenko PMK menetapkan 22.000 warga Tangerang Selatan (Tangsel) berada pada kategori miskin ekstrem.
Saat ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel terus memvalidasi data dari Kementerian tersebut.
Laporan: STW