TUTUP IKLAN
Nasional

Migrant CARE Melihat Ada Potensi Kecurangan dan Membatasi Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu 2024 Nanti di Hongkong dan Macau

149
×

Migrant CARE Melihat Ada Potensi Kecurangan dan Membatasi Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu 2024 Nanti di Hongkong dan Macau

Sebarkan artikel ini

Jakarta – Migrant CARE sebagai Pemantau Pemilu 2024 yang terakreditasi resmi oleh Bawaslu RI dan menjangkau wilayah pemantauan di negara-negara tujuan bekerja pekerja migran Indonesia.

Berdasarkan informasi dan pengaduan mengenai penggunaan metode surat/pos sebagai satu-satunya cara pemungutan suara dalam penyelenggaraan Pemilu Indonesia di Hongkong pada bulan Februari 2024.

BERITA INI DI SUPPORT OLEH

Menurut Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo dari hasil pantauan Migrant CARE, melalui laman Facebook PPLN Hongkong dan Macau sempat mengunggah flyer mengenai penggunaan mekanisme surat/pos dalam cara pemungutan suara, namun selanjutnya postingan tersebut dihapus dan diganti dengan postingan baru.

Postingan PPLN Hongkong berbunyi “Teman-teman WNI di Hong Kong dan Macau, pengumuman mengenai pemilu di Hong Kong dan Macau akan dilakukan dengan 100% Pos, sementara ini kami tunda dulu. Kami masih menunggu keputusan resmi dari KPU mengenai ini,” ujar Wahyu dalam siaran pers Rabu, 29 November 2023.

Namun, kami meminta teman-teman untuk melakukan cek data di website pplnhkmc.id terutama untuk melihat alamat apakah sudah sesuai atau belum.

Sebagai pemantau pemilu resmi di Hongkong sejak tahun 2009, 2014 dan 2019 bahwa keputusan tersebut sangat berpotensi membatasi hak pilih pekerja migran Indonesia di Hongkong dan Macau,” ucapnya.

Metode pos/surat menurut kajian Bawaslu RI, hal tersebut menjadi salah satu potensi kerawanan pemilu di luar negri, karena metode pemungutan suara dengan surat/pos tidak ada instrumen pengawasan dan pemantauan sehingga potensi kecurangan dan Penyalahgunaan surat suara sangat tinggi sekali.

Selama ini Bawaslu RI, Panwas LN dan pemantau pemilu tidak mendapatkan akses yang memadai dalam mengawasi dan memantau surat suara melalui pos/surat,” terangnya.

Menggunakan metode surat/pos sebagai satu-satunya pemungutan suara, maka hal tersebut merupakan pengabaian hak politik pekerja migran Indonesia di Hongkong dan Macau yang menjadi pemilih pemilu Indonesia yang sangat antusias,” jelasnya.

Untuk diketahui, pemilih di Hongkong dan Macau selalu konstan dengan angka partisipasi yang tinggi karena selama ini antusiasme pekerja imigran Indonesia di Hongkong metode TPS merupakan yang paling efektif dalam mendokrak partisipasi pemilih di Hongkong.

Migrant CARE mendesak KPU RI serta PPLN Hongkong dan Macau untuk mempertimbangkan kembali opsi surat/pos sebagai satu-satunya metode pemungutan suara bersama KJRI Hongkong dan KJRI Beijing.

Pendekatan kepada otoritas resmi Hongkong dapat melaksanakan pemungutan suara melalui TPS seperti Pemilu 2019 dalam Pemilu Indonesia di Hongkong dan Macau.

“Pada tahun 2019 otoritas Hongkong memang melarang penggunaan lapangan Victoria Park sebagai TPS, namun menyelenggarakan di gedung-gedung pertemuan umum seperti sport hall,” imbuhnya.

Dengan metode surat/pos penyelenggaraan Pemilu Indonesia di Hongkong dan Macau juga berpotensi menghilangkan hak pilih dari pemilih tambahan.

Untuk diketahui mobilitas warga Indonesia menuju Hongkong dan Macau setiap hari berjumlah ribuan dan mereka bisa masuk pemilih tambahan,” tuturnya.

Dalam pandangan Migrant CARE, opsi meniadakan mekanisme pemutus suara melalui TPS merupakan bentuk ketidakseriusan penyelenggaraan Pemilu Indonesia di Hongkong untuk menyediakan TPS memadai.

Migrant CARE mendesak Bawaslu RI untuk mengawasi adanya potensi ketidakseriusan KPU RI dalam penyelenggaraan Pemilu di Luar Negri yang menyebabkan hak pilih warga negara Indonesia di luar negri dihalang-halangi. Tutupnya.