TANGERANGRAYA.NET, JAKARTA – Beragam upaya dilakukan pemerintah dalam menghadapi dampak COVID-19, termasuk mengantisipasi kerawanan atau krisis pangan di tanah air. Terkait hal itu, beberapa waktu yang lalu di Istana Bogor, Presiden Joko Widodo menyampaikan kepada jajarannya untuk mengatasi defisit pangan dibeberapa provinsi di Indonesia.
Demikian juga presiden meminta kepada jajarannya agar menghitung dengan cermat, provinsi mana yang defisit, dan yang surplus pangan. Sehingga provinsi yang surplus dapat menyuplai provinsi yang mengalami defisit. Termasuk juga meminta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membuka lahan persawahan baru sebagai antisipasi krisis pangan.
Perintah Kepala Negara tersebut mendapat tanggapan dari berbagai kalangan, salah satunya dari Masyarakat Pemerhati Pangan Indonesia (MAPPAN-Indonesia), yang menurut Ketua Umumnya, Wignyo Prasetyo bahwa langkah presiden sangat tepat dalam mengantisipasi krisis pangan akibat dampak COVID-19 yang berkepanjangan.
Selain itu, pihaknya juga menyoroti dengan adanya program Perhutanan Sosial yang telah dicanangkan 1,2 Juta Hektar, di mana hal itu untuk pulau Jawa kurang lebih sekitar 500 ribu hektar dan yang sudah terealisasi 26 ribu hektar, serta masih ada ratusan ribu hektar lagi yang masih belum terealisasi.
Oleh karena itu, menurut Wignyo jika beberapa bulan ke depan dapat dibuka sekitar 20 ribu hektar, maka hal itu sudah cukup lumayan sebagai bagian dari solusi mengatasi krisis pangan.
“Ya, yang baru terealisasi sekitar 26 ribu hekar, masih ada ratusan ribu hektar lagi. Jadi kalau beberapa bulan ke depan di buka lagi 20 ribu hektar, sudah lumayan,” ujar Wignyo kepada media, Minggu (3/5/2020).
Dengan adanya Perhutanan Sosial, lanjut Wignyo, apakah itu skema IPHPS atau Kulinkk, masyarakat bisa menanam banyak bahan pangan. “Bisa padi, jagung dan sayuran,” paparnya.
Wignyo yang juga pengurus Komite Penegak Nawacita (KPN) menambahkan, bahwa hal tersebut menjadi tugas dan wewenang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Namun, ia menyarankan sebaiknya juga didukung oleh Kementerian Pertanian, Kementerian PUPR dan Kemendes PDTT.
“Ini kan tugas dan wewenang kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tapi di sini juga sangat penting kementerian lain terlibat. Seperti Kementerian Pertanian memikirkan Sarpras Pertanian, Kementerian PUPR membangun sarana Irigasi dan Embung Sarpras Pertanian, seperti traktor, pupuk dan lain-lainya,” tutur Wignyo.
Sementara itu, Kementerian Desa Pembangungan Daerah Tertingggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) juga dapat terlibat, dengan dialihkannya dana desa ke produksi pangan di Perhutanan Sosial.
“Saya kira apa yang sudah saya sampaikan tadi bisa dikerjakan dengan sistem padat karya tunai,” tutupnya.